Sunday, August 18, 2019

Upacara Bendera HUT RI di Lokasi Kebakaran Lahan

Pada peringatan HUT ke-74 Republik Indonesia kemarin (Sabtu, 17/8/2019), saya bersama dengan kawan-kawan dari berbagai komunitas mengikuti upacara bendera di lokasi kebakaran lahan. Adapun lahan yang menjadi lapangan upacara tersebut bertempat di Jl. G. Obos X, Palangka Raya. Warga Kota Palangka Raya kerap menyebut daerah sini dengan istilah "lingkar dalam". Seperti yang saya saksikan dengan mata kepala sendiri, wilayah tersebut sepanjang kiri dan kanan jalan telah mengalami kebakaran yang tergolong parah. Asap tebal dan tipis sesekali api juga masih keluar dari gambut. Sesuai dengan karakteristik gambut, gambut ini memang susah sekali untuk dipadamkan. Memadamkannya memang memerlukan trik tersendiri. Atau bisa juga dengan membasahi gambut secara terus-terusan hingga rongga-rongga gambut di bawahnya terendam habis oleh air. Sebab, bila tidak begitu, walaupun api berhasil dipadamankan, dipastikan dalam beberapa waktu kemudian api akan kembali naik dan menyala kembali. Luar biasa sekali memang yang namanya gambut ini.

Oke, kembali ke topik. Aksi upacara bendera di lokasi kebakaran lahan ini dilaksanakan sebagai bentuk kegelisahan atas kondisi Kota Palangka Raya yang semakin hari semakin disesaki asap kebakaran lahan gambut. Kegiatan yang diinisiasi oleh kawan-kawan dari Institut Tingang Borneo Teater berjalan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Mungkin sekitar 20-30 menit. Upacara langsung diawali dengan pengibaran bendera merah putih, dimana yang bertugas membawakan, menggerek, danmengibarkan bendera adalah siswa dari SMA 5 Palangka Raya. Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan naskah Teks Proklamasi. Disusul kemudian dengan menyanyikan lagu "Hari Merdeka" oleh seluruh peserta upacara, termasuk saya sendiri. Sebuah lagu yang sudah lama tidak saya dendangkan namun untungnya saya masih tetap hafal dengan liriknya. Dan akhirnya upacara bendera ini ditutup dengan pembacaan puisi oleh Abdul Hafidz berjudul "Bhinneka Tunggal ISPA". Sebuah puisi yang diciptakan oleh teman saya juga, yakni Arif Rosidin. Isinya begitu luar biasa. Siapapun yang membacanya saya yakin akan merasa tertampar.

Di sela-sela upacara bendera tersebut, helikopter water bombing kerap melintas di atas kepala kami. Maklum, karena lahan di sebelah tempat kami mengadakan upacara mengalami kebakaran. Bahkan beberapa orang polisi dari satuan Brimob juga tampak membantu memadamkan api dengan modal mobil water canon. Dari sini saya berkaca, bahwa upaya memadamkan kebakaran lahan itu tidak semudah dan seenak yang kita bayangkan. Berjibaku menghadapi api serta terpapar asap itu sungguh
menguras tenaga. Bahkan secara keras dapat saya katakan bahwa itu juga mempertaruhkan nyawa. Jadi ini mungkin menjadi pembelajaran bagi kita agar kita setidaknya sedikit memberikan apresiasi dan pengertian kepada seluruh petugas pemadam kebakaran hutan dan lahan. Tidak ada salahnya juga bila kita mengiringi tugas mereka dengan doa-doa memohon keselamatan dan permohonan kesehatan yang prima.

Kebakaran hutan dan lahan yang melanda Kalimantan Tengah tahun 2019 ini bila tidak serius ditangani dan dibenahi maka jangan heran bila tragedi tahun 2015 akan terulang kembali. Oleh karena itu diperlukan kerjasama dan koordinasi yang apik antara pemerintah, masyarakat, dll agar jangan membakar hutan dan lahan secara sembarangan. Edukasi, usaha pencegahan, dan pengawasan jauh lebih baik ketimbang penanganan atau memadamkan kebakaran.

Semoga Kalimantan Tengah di masa-masa mendatang baik-baik saja. Jangan lengah dan terlena. Itu saja kuncinya.

Foto: Denar/Kalteng Pos

No comments: