Saturday, April 05, 2014

THE RAID 2: BERANDAL

Film yang premiere pada tanggal 28 Maret 2014 ini sempat digadang-gadang sebagai film The Dark Knight-nya Indonesia. Sebab akan menampilkan isi cerita yang lebih dalam dan bagus. Namun apa yang terjadi? The Raid 2: Berandal terlalu dangkal dari segi cerita. Dialog yang masih kaku, plot-plot yang mudah ditebak dan juga alur yang kadang membosankan. Bayangkan saja. Selama 60 menit pertama saya gelisah tidak karuan di kursi studio bioskop sembari berharap agar terjadi adegan-adegan yang bisa membangkitkan diri dari kesuntukan. Untunglah selepas dari durasi tersebut, film sudah mulai asyik menemukan ritmenya.

Berbicara soal aksi, sepertinya tidak perlu disangsikan lagi. The Raid 2: Berandal sejatinya adalah film tentang baku hantam. Yang dibumbui dengan adegan-adegan kekerasan nan sadis dan mendetail yang bisa menyebabkan rasa ngilu pada penonton. Tapi cukup disayangkan. Adegan aksinya tidak menawarkan sesuatu yang baru dari film pertamanya. Masih berkutat di sekitar tebas menebas, mematahkan setiap tulang atau persendian serta benturan-benturan keras karena sebuah benda. Peragaan bela diri pencak silat yang ditonjolkan pada film ini kurang kentara sama sekali. Yang ada justru peragaan adegan laga ala film-film kung-fu dari dataran China sono. Saya kangen dengan Iko Uwais yang menampilkan pencak silat indah pada film Merantau lalu. Siapa sih yang tidak tertegun menyaksikan Silat Harimau dari Lembah Harau itu?

Salah satu adegan aksi yang layak diacungi jempol pada film ini, selain tentunya pertarungan terakhir antara Rama (Iko Uwais) dan The Assassin (Cecep Arif Rahman), adalah adegan kebut-kebutan mobil di jalan. Untuk kelas film Indonesia, adegan ini sudah sangat luar biasa. Tidak malu-maluin. Thanks to Gareth Evans. Penampilan dari Julie Estelle yang berperan sebagai Hammer Girl, gadis berwajah datar tanpa dialog namun memiliki sisi kejam sekaligus membuaskan, layak untuk diapresiasi. Penonton manapun pasti terpikat dan mengidolakan karakter yang satu ini. Lihat saja aksinya saat menyerang dan membunuh anggota genk di atas kereta api. Memorable banget! Demi perannya ini Julie Estelle dikabarkan ditempa secara khusus mempelajari bela diri silat selama 6 bulan. Luar biasa!

Di samping mementingkan unsur-unsur di atas, The Raid 2: Berandal secara singkat menampilkan sisi kemanusiaan yang dramatis. Lihat saja bagaimana Prakoso (Yayan Ruhian) seorang pembunuh kejam dan bengis yang tanpa banyak basa basi menuntaskan pekerjaannya namun pada akhirnya bertekuk lutut dengan seorang istri yang dicintainya. Sangat bertolak belakang. Memberi pesan bahwa keluarga adalah segala-galanya. Dan masih ada beberapa contoh lainnya yang bisa dijumpai dalam film ini.

Anyway, biarpun ada beberapa hal yang membuat saya kurang sreg akan film ini, tetap saja saya merekomendasikan untuk menonton film Indonesia yang satu ini. Sebab film inilah yang bisa membawa harum nama perfilman Indonesia. Film ini sendiri meraih banyak pujian di luar sana. Bahkan saat pemutaran di The Cannes Film Festival, The Raid 2: Berandal mendapatkan standing apllause. So, apalagi yang ditunggu?

Sini bolanya!

Tambahan: Film ini menampilkan banyak adegan kekerasan yang cenderung sadis dan brutal. Juga verbal yang kasar. Saat menonton di bioskop kemarin masih banyak orang tua yang mengajak anak-anaknya untuk menonton film ini. Sangat disesalkan.